BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi politik adalah proses penyampaian pesan, proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik pada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Proses ini berlangsung disemua tingkat masyarakat disetiap tempat yang memungkinkan terjadinya pertukaran informasi diantara individu-individu dengan berbagai kelompok juga. Sebab dalam kehidupan bernegara setiap individu memerlukan informasi terutama mengenai kegiatan masing-masing pihak.
Tetapi sering juga timbul keluhan-keluhan yang berupa kurangnya memahami dan mendefinisikan komunikasi politik, terutama dipengaruhi oleh keragaman sudut pandang atau paradigma terhadap kompleksitas realitas sehari-hari, padahal perlu diketahui bahwa pengetahuan terhadap komunikasi dan politik merupakan suatu peranan yang sangat penting terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dan perlu diketahui bahwa politik menyangkut prilaku penguasa dan berupa lahirnya partai politik-partai politik baru yang kita hanya menganggap persaingan-persaingan kegiatan berupa pemilu merupakan sebuah pesta politik untuk kalangan elit tetapi pemilu merupakan kegiatan yang amat penting dalam menegakkan kedaulatan rakyat dan karena melalui pemilu seleksi kepemimpinan dan perwakilan dapat dilakukan secara lebih fear.
Kebesaran suatu bangsa bergantung pada kemampuan rakyat, masyarakat umum, dan massa untuk menemukan simbol dalam orang pilihan, karena orang pilihanlah yang mampu membimbing massa. Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi, membentuk komunikasi, membentuk sikap dan prilaku khalayak, masyarakat yang mendukung terhadap aktivitas kepemimpinannya.
Oleh karena itu kita mengangkat tema komunikasi politik untuk dibahas lebih lanjut karena komunikasi politik memainkan peranan penting sekali didalam sistem politik dan menjadi bagian menentukan dari sosialisasi politik, partisipasi politik, dan perekrutan politik
1.2 Rumusan Masalah
1)Apa pengertian komunikasi politik?
2)Bagaimana proses komunikasi politik?
3)Bagaimana hakikat dari komunikasi politik?
4)Bagaimana sikap/ prilaku penguasa politik dalam komunikasi politik?
1.3 Tujuan
1)Menjelaskan  pengertian komunikasi politik
2)Menjelaskan proses komunikasi politik
3)Menjelaskan hakikat dari komunikasi politik
4)Menjelaskan sikap/ prilaku penguasa politik dalam komunikasi politik
1.4 Manfaat
1)  Berperan aktif dalam menyampaikan  aspirasi ataupun pesan kepada penguasa sebagai masyarakat yang memepunyai kewajiban bersama dalam membangun bangsa dan negara yang adil dan maju.
2) Memberikan indikasi atau petunjuk kepada  masyarakat dan para pemerintah negara (penguasa) entang pentingnya komunikasi politik.
3) Mencegah dan menghindari serta menanggulangi bagaiman agar masyarakat paham akan pengetian, proses, dan hakikat komunikasi politik, serta kewenangan dan kewajiban penguasa
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK
          Para  pakar  ilmu  politik  dan  pakar  ilmu  komunikasi  berupaya  untuk memberikan  suatu  pengertian  tentang  apa  itu  komunikasi  politik. Sulit kiranya  untuk  menstandarisasi  satu  pengertian  yang  dapat  memenuhi  semua disiplin ilmu, namun para pakar di dalam merumuskan suatu pengertian telah berupaya  secara  maksimal  sebagai  sumbangan  (kontribusi)  yang  sangat berharga yang dapat memperkaya rujukan dunia ilmu pengetahuan khususnya ilmu komunikasi. Proses komunikasi  politik  bukan  membahas  suatu  proses  yang  bersifat temporer  atau  situasional  tertentu,  namun  bahasan  komunikasi  politik  akan menampakkan  identitas  keilmuan,  baik  sebagai  ilmu  murni  (pure  science) yang  bersifat  ideal,  maupun  sebagai  ilmu  terapan  (applied  science)  yang berada dalam dunia empiris. 
Sebagai  ilmu  terapan  (applied  science)  maka  bahasan  komunikasi  akan terus  berkembang  sesuai  dengan  perubahan-perubahan  dan  peristiwa-peristiwa  politik  yang  terjadi  atau  sebagai  akibat  temuan-temuan  teoritis, produk  berpikir  dan  hasil  penelitian  para  ilmuwan  politik  atau  ilmuwan komunikasi.
"Komunikasi  politik (political communication)   adalah  suatu proses  dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem  politik  dengan menggunakan seperangkat  simbol-simbol  yang berarti yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.".
Maswadi  Rauf  melihat  komunikasi politik  dari  dua  dimensi,  yaitu  komunikasi  politik  sebagai  sebuah  kegiatan politik dan sebagai kegiatan ilmiah. 
Komunikasi  sebagai  kegiatan  politik  merupakan  penyampaian  pesan-pesan  yang  bercirikan  politik  oleh  aktor-aktor  politik  kepada  pihak  lain. Kegiatan ini bersifat empirik, karena dilakukan secara nyata dalam kehidupan sosial.  Sedangkan  sebagai  kegiatan  ilmiah,  komunikasi  politik  adalah  salah satu kegiatan politik dalam sistem politik  (Rauf, 32 - 33). 
Rusadi Kantaprawira seorang pakar hukum,  melihat  komunikasi  politik  dari sisi  kegunaannya. Menurut Rusadi komunikasi politik  adalah untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intern golongan, instansi, asosiasi, ataupun sektor  kehidupan  politik  masyarakat  dengan  sektor  kehidupan  politik pemerintah (Rusadi, 1984: 14). 
Astrid  S.  Soesanto  dalam  buku  Komunikasi Sosial  di  Indonesia mengangkat  suatu  formulasi  pengertian    komunikasi  politik  yang  hampir diwarnai  kajian  ilmu  hukum.  Hal  ini  tampak  dari  kalimat  yang  diturunkan dalam  formulasi  pengertiannya.  Menurut  Astrid  komunikasi  politik  adalah komunikasi diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa,  sehingga  masalah  yang  dibahas  oleh  jenis  kegiatan  komunikasi  ini dapat  mengikat  semua  warganya  melalui  suatu  sanksi  yang  ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik". 
Formulasi pengertian yang sangat unik yaitu yang diangkat Dan Nimmo dalam  buku  Political  Communication  and  Public  Opinion  in  America menyatakan sebagai berikut :
" ... It is a book of Political Communication (activity) consider political by  virtue  of  its  consequences  (actual  and  potential)  which regulate human conduct under conditions of conflict” (Dan Nimmo, 1980: 7).
”... Buku  ini  (komunikasi  politik)  menggunakan istilah  politik  hanyalah  untuk  mengartikan  kegiatan  orang  secara  kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial”
Roelofs  mengangkat  buah  pikirannya  tentang  komunikasi  politik  dalam kalimat  sederhana  yang  menyatakan  bahwa  komunikasi    politik  adalah pembicaraan tentang politik atau kegiatan politik adalah berbicara. 
Dan menurut Gabriel Almond (1960) bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. “All of the functions performed in the political system, political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”
Apa  yang  dikemukakan  oleh  para  pakar  tersebut  di  atas  cukup  untuk memberi  pedoman  dalam  membentuk  suatu  pengertian  tentang  apa  itu politik. Format pengertian itu semua muncul dalam visi (sisi pandang) beragam sesuai disiplin ilmu yang melatarbelakanginya.
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa –”penggabungan kepentingan” (interest aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy. (Miriam Budiardjo).
Jack Plano dkk. Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor parlemen. 
Pengertian  tersebut  menunjukkan  pada  sikap  dan  perilaku  seluruh individu yang berada dalam lingkup  sistem politik, sistem pemerintahan atau sistem  nilai  baik  sebagai  pemegang  kekuasaan  maupun  sebagai  masyarakat untuk  terwujudnya  suatu  jalinan  komunikasi  antara  pemegang  kekuasaan (pemerintah) dengan masyarakat yang mengarah kepada sifat-sifat integratif.
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.
2.2. PROSES KOMUNIKASI POLITIK
                        Pesan
SUMBER       Saluran        PENDENGAR
                      Umpan Balik
1.Komunikator/ sender/ sumber = Pengirim pesan
Encoding : Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan
2.Message = Pesan 
3.Media = Saluran
Decoding - Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol
4.Feed back = Umpan balik/ respon
5.Komunikan (receiver)/ pendengar (audiens) = Penerima pesan
KOMUNIKATOR POLITIK (SUMBER)
Komunikator Politik pada dasarnya adalah semua orang yang berkomunikasi tentang politik, mulai dari obrolan warung kopi hingga sidang parlemen untuk membahas konstitusi negara.
Namun, yang menjadi komunikator utama adalah para pemimpin politik atau pejabat pemerintah karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis mereka. Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya dari manipulasi komunikasi, dan vols, yakni warganegara yang aktif dalam politik secara part timer ataupun sukarela.
Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama, teristimewa dalam proses opini publik. Karl Popper mengemukakan “teori pelopor mengenai opini publik”, yakni opini publik seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politi.
Menurut JD.Halloran, kominikator massa berlaku juga bagi komunikator politik. Dan menurut James Rosenau adalah “pembuat opini pemerintah” atas “hal ihwal nasional yang multimasalah”.
Klasifikasi tersebut adalah :
1.Pejabat Eksekutif (Presiden, kabinet, Ka. Penasihat)
2.Pejabat Legislatif (Senator atau DPD, Pimpinan Utama DPR)
3.Pejabat Yudukatif (Para Hakim MA, MK)  
Komunikator Politik terdiri dari tiga kategori: Politisi, Profesional, dan Aktivis.
1.Politisi adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, seperti aktivis parpol, anggota parlemen, menteri, dsb.;
2.Profesional adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah pencahariannya, baik di dalam maupun di luar politik, yang muncul akibat revolusi komunikasi: munculnya media massa lintas batas dan perkembangan sporadis media khusus (majalah internal, radio siaran, dsb.) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Terdiri dari jurnalis (wartawan, penulis) dan promotor (humas, jurubicara, jurukampanye, dsb.).
3.Aktivis – 
(a) Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak memegang atau mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan profesional dalam komunikasi. Perannya mirip jurnalis. 
(b) Pemuka pendapat (opinion leader) –orang yang sering dimintai petunjuk dan informasi oleh masyarakat; meneruskan informasi politik dari media massa kepada masyarakat. Misalnya tokoh informal masyarakat kharismatis, atau siapa pun yang dipercaya publik.
MESSAGE (PESAN)
Pesan komunikasi merupakan produk penguasa atau lembaga kekuasaan setelah melalui proses encoding (proses penyusunan ide menjadi simbol atau pesan) atau setelah diformulasikan kedalam simbol-simbol yang sesuai dengan kapasitas sasaran.
Pesan komunikasi politik adalah pesan yang berkaitan dengan  peran negara dalam melindungi semua kepentingan masyarakat (warga negara). Bentuk pesannya dapat berupa keputusan, kebijakan, dan peraturan yang menyangkut kepentingan  dari keseluruhan masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam pembicaraan politik, komunikator lebih banyak menggunakan instrumen komunikasi yang meliputi :
1.Lambang
Pembicaraan politik adalah kegiatan simbiotik. Kegiatan ini dapat berupa, (a) pembicaraan otoritas dilambangkan oleh konstitusi, hukum.
(b) pembicaraan kekuasaan dilambangkan  oleh Parade Militer.
(c)Pembicaraan pengaruh dilambangkan oleh Mimbar partai, Slogan, Pidato, editorial.
2.Bahasa
Bahasa dalam komunikasi politik merupakan suatu sarana yang sangat penting yang memiliki fungsi sebagai “cover” bagi isi pesan (content message) yang akan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan sehingga pesan tersebut memiliki daya tarik (interest) serta mudah diterima oleh komunikan (masyarakat).
3.Opini Publik (Pendapat Umum)
Pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator politik dilakukan dengan memperhatikan secara seksama pendapat umum atau pendapat yang berkembang dalam realitas  keidupan masyarakat yang ada dan mengemuka melalui media massa cetak, audio, maupun audio visual serta media komunikasi langsung yang berasal dari elemen infrastruktur politik yang mengartikulasi kepentingan masyarakat luas, baik melalui media dialog, diskusi, konsep pemikiran maupun orasi di lapangan (demonstrasi). Semuanya ditujukan untuk memelihara harmonisasi komunikasi antara komunikator politik dengan komunikan atau khalayak (masyarakat).
MEDIA KOMUNIKASI (SALURAN)
Media  komunikasi  sebagai  alat  transformasi  pesan-pesan komunikasi dari penguasa kepada masyarakat. 
Media komunikasi  menjadi  pusat  perhatian  penguasa  sebagai  alat  untuk  mendapat  legitimasi  rakyat  di  dalam  memperkuat  kedudukan  penguasa  melalui  informasi- informasi yang disampaikan. 
Dalam menyampaikan komunikasi politik para komunikator politik mrnggunakan saluran komunikasi politik dan saluran komunikasi persuasif politik yang memiliki kemampuan menjangkau lapisan masyarakat, bangsa, dan negara.
Tipe-tipe saluran kominikasi politik yang dimaksud meliputi:
1)Komunikasi massa
Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator politik kepada komunikan (khalayak) melalui media komunikasi massa, seperti surat kabar, radio, televisi.
2)Komunikasi Interpersonal
Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator kepada komunikan (khalayak) secara langsung atau tatap muka (face to face). Contohnya dialog, lobby, komfrensi tingkat tinggi (KTT), temui publik, rapat umum, konfrensi pers, dan lain-lain.
3)Komunikasi Organisasi
Adalah proses penyampaian pesan (message) oleh komunikator politk kepada komunikan (khalayak) atau komunikasi vertikal (dari atas ke bawah) dan horizontal (dari kiri ke kanan) sejajar. Contohnya komunikasi antar sesama atasan, dan komunikasi sesama bawahan (staf), serta komunikasi berperantara (pengedaran memorandum, sidang, konvensi, buletin, news letter, lokakarya).
Adapun tipe saluran komunikasi persuasif politik adalah meliputi:
1.Kampanye massa
Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program asas, platform partai politik yang dilakukan oleh komunikator politik kepada calon pemilih (calon konstituen) melaui media massa, cetak, radio, maupun televisi, agar memilih partai politik yang dikampanyekannya. Contohnya kesejahteraan seluruh petani, akan terwujud apabila memilih partai politik yang saya pimpin menang pemilu.
2.Kampanye Interpersonal
Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program, asas, platform (garis perjuangan), pembagian kekuasaan partai politik yang dilakukan oleh kemunikator politik kepada tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh yang luas terhadap calon pemilih (calon konstituen) agar menyerukan untuk memilih partai politik yang dikampanyekannya. Contohnya Dialog dan Lobby Ketua Tim Sukses Capres-cawapres SBY-JK kepada Ketua Umum Partai Politik Bintang Reformasi dan tim lain kepada partai politik lain.
3.Kampanye Organisasi
Adalah proses penyampaian pesan persuasif (pengaruh) yang berupa program, asas, platform (garis perjuangan), pembagian kekuasaan partai politik yang dilakukan oleh kemunikator politik kepada kader, fungsionaris, dan anggota dalam satu organisasi partai  politik dan antar sesama anggota  agar memilih partai politik yang dikampanyekannya. Contohnya Ketua Partai Politik memberi pesan persuasif kepada anggotanya (vertiakal), dan atau antar sesama anggotanya (horizontal).
EFEK (UMPAN BALIK/ FEEDBACK)
Menurut Ball Rokeah dan De Fleur, akibat (efek) potensial komunikasi dapat dikategorikan dalam tiga macam, yaitu:
1.Akibat (efek) kognitif
Yaitu efek yang berkaitan dengan pengetahuan komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Dalam kaitannya dengan kominikasi plitik, efek yang timbul adalah menciptakan dan memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, menyajikan bahan mentah bagi interpretasi personal, memperluas realitas sosial dan politik, menyusun agenda, media juga bermain di atas sistem kepercayaan orang.
2.Akibat (efek) afektif
Yaitu efek yang berkaitan dengan pemahaman komunikan terhadap pesan yang disampaikan.
Dalam hal ini ada  3 efek komunikasi politik yang timbul, yaitu:
a.Seseorang dapat menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik melalui komunikasi politik
b.Komunikais bisa memperkuat nilai komunikasi politik
c.Komunikasi poltik bisa memperkecil nilai yang dianut
3.Akibat Konatif (perubahan prilaku)
Yaitu efek yang berkaitan dengan perubahan prilaku dalam melaksanakan pesan komunikasi olitik yang dierimanya dari komunikator politik
Perwujuadan efek komunikasi poliik yang timbul adalah dapat berupa “partisipasi politik” nyata untuk memberikan suara dalam pemilihan umum DPR, DPD, DPRD, dan Presiden serta Wakil Presiden dan aau bersedia melaksanakan kebijakan serta keputusan politik yang dikomunikasikan oleh komunikator politik.
KOMUNIKAN (PENDENGAR)
Komunikan atau khlayak dalam komunikasi politik adalah semua khalayak yang tergolong dalam infrasturktur atau suprastruktu politik. Atau dengan kata lain semua komunikan yang secara hukum terikat oleh konstitusi, hukum, dan ruang lingkup komunikator suatu negara.
Komunikan dapat bersifat individual atau perorangan, dapat juga berupa  institusi, organisasi, masyarakat secara keseluruhan, partai politik atau negara lain.
Apabila komunikan dijadikan sebagai  objek  dengan  berbagai  ketentuan  normatif  yang  mengikatnya,  sehingga  komunikasi tidak  memiliki ruang  gerak  yang bebas, dapat dipastikan bahwa  proses  komunikasi  berada  dalam  sistem  totaliter.  Sebaliknya  apabila  komunikan  bukan  hanya  sebagai  objek  tapi  dijadikan  partner  bagi komunikator,  sehingga  pertukaran  pesan-pesan  komunikasi  dalam  frekuensi  tinggi,  maka  dapat  dipastikan  bahwa sitem politik yang melandasi proses komunikasi tersebut berada pada sistem demokrasi. Tolok ukur ini dapat pula digunakan bagi perkembangan pendapat umum (public opinion) atau feedback (umpan balik). Dalam sistem totaliter baik pendapat umum atau umpan balik hampir tidak berfungsi. Sedangkan dalam sisem demokrasi pendapat umum atau umpan balik dijadikan alasan sebagai masukan (input) bagi penguasa untuk menyempurnakan kebijaksanaan komunikasi pemerintah.
2.3.HAKIKAT KOMUNIKASI POLITIK
2.3.1.Pokok – Pokok Komunikasi Politik
Dalam memahami dan mendalami komunikasi politk, perlu terlebih dahulu mengetahui dan mempelajari hakikat komunikasi yang meliputi pengertian, unsur, dan fungsi dari komunikasi politik. Pembahasan mengenai hakikat komunikasi yang meliputi hal diatas adalah sebagai berikut:
a.Pengertian komunikasi politik
Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama melalui lembaga politik (Astrid S. Susanto).
(Telah dijelaskan di 2.1 Pengertian Komunikasi Politik)
b.Unsur-unsur Komunikasi Politik
Menurut Drs. Sumarno, AP, unsur komunikasi politik meliputi dua unsur, yaitu:
1)Unsur Komunikasi Politik dalam Lembaga Suprastruktur
Dalam unsur ini terdiri dari tiga kelompok yaitu yang berada pada lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Pada ketiga kelompok tersebut terdiri dari elit politik, elit militer, teknokrat, dan profesional group.
2)Unsur Komunikasi Politik dalam Lembaga Infrastruktur Politik
Dalam unsur ini terdiri dari beberapa kelompok, yaitu:
a)Partai politik
b)Interest group
c)Media komunikasi politik
d)Kelompok wartawan (sebagai within-put)
e)Kelompok mahasiswa (sebagai within-put)
f)Para tokoh politik
c.Fungsi Komunikasi Politik
Fungsi komunikasi poitk dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:
1)Aspek Totalitas
Fungsi komunikasi politik dalam aspek totalitas adalah mewujudkan suatu kondisi negara yang stabil dengan terhindar dari faktor-faktor negatif yang mengganggu keutuhan nasional.
Artinya bahwa negara berkewajiban menyampaikan komunikasi politik kepada masyarakat secara terbuka (transparan) serta menyeluruh (komprehensif) serta menghilangkan hambatan (barier) komunikasi antara negara dengan masyarakat sehingga tercipta hubungan yang harmonis diantara keduanya.
2)Aspek Hubungan Suprastruktur dan Infrastruktur Politik
Fungsi komunikasi politik dalam hubungan suprastruktur dan infrastruktur politik adalah sebagai jembatan penghubung antara kedua suasana tersebut dalam totalitas nasional yang bersifat independen dalam berlangsungnya suatu sistem pada ruang lingkup negara.
Artinya bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan (artikulasi) semua kebijakan dan keputusan politik kepada masyarakat dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Aspek yang dimaksud adalah aspek ideologi, ekonomi, sosial politik, hukum, dan hankam serta aspek lain yng berhubungan dengan sikap dan perilaku politik Indonesia kepada pihak internasional (luar negeri).
2.3.2.Konsep Pembahasan Komunikasi Politik
Menurut ilmuwan komunikasi, pembagian teori komunikasi dalam beberapa konsep disesuaikan dengan sistem poliik yang berlaku pada negara yang bersangkutan. W. L. Rivers, W. Schramm dan C. G. Cristians dalam bukunya “ Responsibility in Mass Communications” membagi tiga konsep, yaitu:
1)Authoritharianism
Konsep komunikasi politik dalam sistem Authoritharianism adalah komunikasi politik dimana lembaga suprastruktur politik mengatur bahkan menguasai sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur.
Artinya, Negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media  komunikasi politik kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem komunikasi atau bahkan hanya bisa menerima semua pesan komunikasi politik yan disampaikan oleh negara aau pemerintah.
Contoh: Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Sosialis Komunis
2)Liberitarianism
Konsep komunikasi politik dalam sistem Liberitarianism adalah komunikasi politik dimana lembaga infrastruktur politik memiliki kewenangan yang bersifat besar untuk mengatur bahkan menguasai sistem komunikasi politk yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur politik.
Artinya, Masyarakat (society) lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Negara hanya memiliki daya untuk memantau atau mengendalikan sistem komunikasi agar tidak melanggar semua aturan atau hukum yang berlaku dalam negara yang dapat berakibat kerugian pada masyarakat umum.
Contoh : Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Demokrasi.
3)Social Responsibility Theory
Konsep komunikasi politik dalam sistem Social Responsibility Theory adalah komunikasi politik dimana lembaga suprastruktur politik mengatur bahkan menguasai sebagian besar sistem komunikasi politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur.
Artinya, Negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan media komunikasi politik kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan sistem komunikasi politik atau bahkan hanya dapat menerima sebagian besar pesan komunikasi politik yang disampaikan oleh negara atau pemerintah.
Contoh : Penerapan Sistem Komunikasi Politik dalam Negara Sosialis Demokrat.
2.4.PERILAKU PENGUASA
Seorang penguasa haruslah dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang adil serta menyelesaikan masalah dengan tepat. Tapi dapat dilihat dari para penguasa saat ini, kebanyakan dari mereka kurang dapat memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahannya. Masih banyak dari kebijakan penguasa merugikan banyak pihak serta lebih menguntungkan pihak lainnya. Biasanya yang menjadi korban ketiadkadilan dari penguasa adalah rakyat kecil yang semakin hari semakin susah menjalani kehidupan. Akibatnya banyak rakyat kecil yang menderita gizi buruk, dan tingkat  penggaguran yang tinggi. Maka dari itu, penguasa haruslah mencerminkan keadilannya. Saling menguntungkan semua pihak dan meminimalkan akibat yang bersifat merugikan.
Dalam  kajian  komunikasi  politik  sikap  perilaku  penguasa  (elit  berkuasa pemerintah)  merupakan  pokok  bahasan  utama,  karena  para  penguasa sangat menentukan berlangsungnya proses komunikasi. Pada tangga tertentu sikap  perilaku  merupakan  warna  dominan  dan  merupakan  tolok  ukur  untuk menentukan dalam sistem politik apa proses komunikasi itu berlangsung. Sikap  perilaku  penguasa  memberi  dampak  cukup  berarti  terhadap  lalu lintas transformasi pesan-pesan komunikasi baik yang berada dalam struktur formal,  maupun  yang  berkembang  dalam  masyarakat.  Terutama  bagaimana sikap terhadap pendapat umum apakah  mendapat tempat cukup bebas untuk mengembangkan  fungsi  dan  kompetensinya  sebagai  input  bagi  penguasa, atau sebaliknya  bahwa pendapat umum sebagai faktor yang membahayakan bagi kedudukan penguasa, sehingga pendapat umum berada pada ruang gerak yang  kaku  dan  terbatas.  Karena  itu  dalam  kajian  komunikasi  politik  sikap penguasa terhadap pendapat umum dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan dalam sistem politik apa pendapat umum itu berada. Untuk  memperoleh  rujukan  lebih  lengkap  Anda  dapat  pahami  dalam kajian berikut. 
1.  Teori Elit Politik 
         Banyak  teoritisi  dan  ilmuwan  dari  berbagai  disiplin  ilmu  sosial mengangkat bahasan tentang penguasa, di antaranya menggunakan istilah elit berkuasa, pemimpin, The Great Man dan banyak lagi. Di  antara  sekian  banyak  istilah  yang  paling  sering  digunakan  yaitu  elit berkuasa dan istilah pemimpin terutama dalam modul ini. Istilah  elit  khususnya  elit  politik  dikembangkan  oleh  Vilfedro  Pareto (1848-1923)  sebagai  sinisme  terhadap  kekuasaan  aristokrat.  Pareto mengembangkan  konsep  "residu"-nya  yang  didasarkan  pada  tindakan  logisdan tindakan non-logis (S.P. Varma menempatkan logis  dan non-logis lebih daripada rasional dan non-rasional).  Tindakan  logis  yaitu  tindakan-tindakan  yang  mempunyai  arah  tujuan. Sedangkan  non-logis  yaitu  tindakan-tindakan  yang  tidak  di  arahkan  kepada suatu  tujuan.  Pareto  mengikatkan  kepentingan  utamanya  pada  residu kombinasi dan residu keuletan bersama. Residu kombinasi diartikan sebagai kelicikan,  sedangkan  residu  keuletan  bersama  diartikan  sebagai  kekerasan. Karakteristik  penguasa  (elit  politik)  menurut  teori  residu  menunjukkan dalam  kesamaan dengan konsep kekuasaan dari Niccolo Machiavelli (1469 - 1527) bukunya  I  Principe.  Menurut  Machiavelli  bahwa  seorang  penguasa harus memiliki karakter cerdik seperti Jerapah dan  kejam seperti singa. Sifat jerapah  tidak  menghindar  dari  terkaman  serigala,  tapi  jerapah  dapat menghindar  dari  jeratan.  Sedangkan  singa  tidak  dapat  menghindar  dari jeratan, tapi ia dapat mengejutkan serigala. Dari  kedua  konsep  pemikiran  tersebut  nampak  kecenderungan  kepada sistem  politik  totaliter,  baik  totaliter  tradisional  maupun  totaliter  modern. Totaliter  tradisional  dialamatkan  pada  bentuk  Monarki  sedangkan  totaliter modern dialamatkan pada bentuk Fasis, Nazi dan Komunis. Teori  elit  dikembangkan  oleh  Gaetano  Mosca  (1858  -  1941)  berdasar disiplin  ilmu  yang  dimilikinya  yaitu  sebagai  psikolog  dan  sosiolog.  Mosca mengkualifikasikan elit ini ke dalam dua status, yaitu elit yang berada dalam struktur kekuasaan dan elit masyarakat. Elit  berkuasa  menurut  Mosca  yaitu  elit  yang  mampu  dan  memiliki kecakapan untuk memimpin dan menjalankan kontrol politik. 
Dalam  proses  komunikasi  elit  berkuasa  merupakan  komunikator  utama yang  mengelola  dan  mengendalikan  sumber-sumber  komunikasi,  sekaligus mengatur    lalu  lintas  transformasi  pesan-pesan  komunikasi  yang  mengalir secara vertikal maupun horisontal. 
Elit  berkuasa  selalu  menjalin  komunikasi  dengan  elit  masyarakat  untuk memperkuat  kedudukannya  dan  mempertahankan  status  quo.  
Teori  elit politik  ini  diperkuat  oleh  Ortega  Y.  Gasset    (1833  -  1955)  dalam  bukunya Obras  Completas  dalam  bahasa  Spanyol.  Ortega  mengembangkan  teorinya tentang  massa.  Menurut  Ortega  kebesaran  suatu  bangsa  bergantung  kepada kemampuan rakyat, masyarakat umum, kerumunan, massa untuk menemukan simbol dalam orang pilihan tertentu. 
"Orang  pilihan"  adalah  orang-orang  yang  terkenal  dan  merekalah  yang membimbing  massa.  Orang  yang  tidak  terpilih  adalah  efektif  dalam masyarakat  sebagai  suatu  keseluruhan.  Selanjutnya  Ortega  menyatakan bahwa suatu bangsa merupakan suatu massa manusia yang terorganisasi, dan disusun oleh suatu minoritas individu yang terpilih (lihat S.P. Varma, 208). 
Dari  hasil  pemikiran  para  ilmuwan  tersebut  pada  prinsipnya menempatkan  elit  ke  dalam  dua  status  yang  berbeda,  yaitu  elit  pemerintah (elit berkuasa) dan elit masyarakat. Elit berkuasa merupakan kelompok kecil yang  dapat  menentukan  arah  kehidupan  negara.  Sedangkan  elit  masyarakat merupakan  elit  yang  dapat  mempengaruhi  masyarakat  lingkungan  di  dalam mendukung atau menolak segala kebijaksanaan elit berkuasa. Karena itu elit berkuasa  sangat  berkepentingan  untuk  menjalin  komunikasi  dengan  elit masyarakat di dalam upaya mewujudkan ideal kekuasaan.  
Ideal    kekuasaan  dapat  dalam  warna  totaliter,  dapat  pula  dalam  warna demokrasi.  Hal  ini  akan  sangat  bergantung  pada  sistem  politik  yang dianutnya. 
Dalam  kaitan  elit  politik,  Karl  Mannheim  (1893  -  1947)  dalam  buku berjudul  Ideology  and  Utopia:  An  Introduction  to  the  Sociology  of  Knowledge,  menghubungkan  teori-teori  elit  dengan  fasisme  dan  anti intelektualisme.  Mannheim    membenarkan  teori  Pareto  tentang  kekuasaan politik  selalu  dijalankan  oleh  minoritas  (elit).  Dalam  pemikiran  Mannheim terdapat  pula  pemikiran-pemikiran  demokratis.  Hal  ini  dapat  diperhatikan dari  ungkapannya  bahwa:  Pembentukan  kebijakan  sebetulnya  ada  di  tangan elit,  tetapi  hal  ini  bukan  berarti  masyarakat  tidak  demokratis.  Menurut Mannheim  bahwa  dalam  negara  demokrasi,  masyarakat  secara  individual terbuka  kesempatan  untuk  menjalankan  pemerintahan,  paling  tidak  individu dapat menyalurkan aspirasinya. Hal ini mengandung makna bahwa kelompok bawah  dapat  menggeser  elit  berkuasa  selama  mendapat  dukungan masyarakat. Kelompok ini akan merupakan elit baru yang memegang puncak kekuasaan. 
Tipe  elit  tidak  dapat  digeneralisasikan  ke  dalam  satu  macam  tipe, sebagaimana  diungkap  oleh  Schoorl  dalam  bukunya  Sosiologi  dan Pembangunan  (alih  bahasa  dari  Sosiologie  der  Modernisering)  mengangkat lima tipe elit, yaitu: 
a.  elit kelas menengah; 
b.  elit dinasti; 
c.  elit kolonial; 
d.  kaum intelek revolusioner; 
e.  pemimpin-pemimpin nasional
Pertama,  elit  menengah.  Elit  ini  berasal  dari  kelompok  pedagang  dan tukang yang termasuk golongan minoritas keagamaan atau kebangsaan. Pola keyakinan  atau  ideologi  elit  ini  mudah  berubah  dan  bersifat  individualistis. Struktur  masyarakat  yang  dicita-citakan  bersifat  bebas  dan  terbuka  terhadap inisiatif dan aktivitas swasta. 
Kedua, elit dinasti. Elit ini sebagai elit aristokrat yang mempertahankan tradisi  dan  status  quo.  Tradisi  pulalah  yang  dijadikan  dasar  untuk melegitimasi kekuasaan dan  kewibawaan. Negara-negara  yang termasuk elit ini,  seperti:  Jepang,  Jerman,  Iran  dan  beberapa  di  kawasan  Amerika  Latin, Timur Tengah dan sebagian kecil di kawasan Asia. 
Ketiga,  elit  revolusioner.  Elit  ini  berpandangan  bahwa  nilai-nilai  lama perlu  dihapus  karena  tidak  cocok  dengan  tingkat  kemajuan  di  bidang  ilmu pengetahuan dan teknologi. Elit ini berupaya mewujudkan suatu sistem sosial politik  baru  yang  diabdikan  untuk  kepentingan  revolusi.  Perhatikan  negara-negara  komunis  seperti  Libia,  Cekoslovakia,  dan  lain-lain  (juga  Uni  Soviet sebagai negara nasional sebelum musnah di penghujung tahun 1991). 
Keempat,  elit  nasionalistik.  Elit  ini  merupakan  kelompok  pluralis, sehingga  mudah  mengundang  konflik  antar  pluralis.  Adakalanya  elit  ini sering bertindak tidak atas dasar kenyataan. Elit ini timbul dari kegiatan sosio politik melawan penjajahan. 
Kelima,  adalah  elit  kolonial.  Elit  ini  jarang  mendapat  kajian  yang karena dianggap kurang bermanfaat dan tidak memberi kontribusi terhadap  referensi  ilmu  pengetahuan.  Namun  demikian  sekedar  untuk mengetahui  bagaimana  pengaruh  elit  kolonial  terhadap  proses  komunikasi, berikut  ini  penulis  mengangkat  teori  yang  diungkap  Galtung  tentang  teori "Centrum dan Peri-peri" sebagai penyempurnaan teori imperialisme. Menurut Galtung,  dua  prinsip  mekanisme  untuk  menciptakan  dan  memelihara imperialisme, yaitu: 
a.  Prinsip relasi interaksi vertikal. 
b.  Prinsip struktur interaksi feodal. 
Dua  prinsip  yang  diangkat  Galtung,  dijadikan  tipe  imperialisme  dalam berbagai bidang, yaitu bidang politik, ekonomi dan militer. 
Dalam  bahasan  ini  penulis  hanya  mengangkat  prinsip  struktur  feodal yang diragakan dalam suatu ragaan berikut ini:
Keterangan:
C  =  Negara Centrum (Imperialis, Kolonialis) 
P  =  Negara  Periferi  (Negara  yang  bersifat  ketergantungan,  negara  koloni   
        atau jajahan). 
Dari  ragaan  tersebut  Anda  dengan  jelas  dapat  melihat  bahwa  negara jajahan tidak dapat mengadakan komunikasi dengan jajahan lainnya (= dalam konteks  komunikasi  internasional),  kecuali  hanya  dapat  mengadakan komunikasi atau relasi dengan negara penjajah sebagai negara Centrum. 
Dengan  bergesernya  isu  global  dari  isu  ideologi  ke  isu  hak-hak  asasi manusia  sebagai  akibat  perubahan  peta  politik  global  (polarisasi  ideologis antara  Uni  Soviet  dan  Amerika  Serikat),  maka  konsep  ini  telah  banyak ditinggalkan oleh berbagai negara di kawasan global ini. 
Ungkapan di atas memberi suatu informasi bahwa peran elit, bagaimana pun  bentuk  dan  tipenya  selalu  menempati  posisi  penting,  sikap  perilaku memberi  warna  dominan  terhadap  kondisi  kehidupan  masyarakat.  Pada umumnya setiap elit berupaya untuk menguasai dan mengendalikan sumber-sumber komunikasi untuk mempertahankan status quo-nya.  
2.  Teori Kepemimpinan 
Cecil A. Gibb menyatakan bahwa ahli pikir telah memusatkan perhatian terhadap  kepemimpinan  ini  sejak  zaman  Confuscius.  Setelah  itu  banyak rumusan dan teori kepemimpinan yang diungkap oleh para ilmuwan dan para pemikir lainnya.  
Dari sekian banyak teori kepemimpinan pada prinsipnya meliputi empat macam  teori,  yaitu:  Unitary  Traits  Theory,  Constellation  of  Traits  Theory, Situational Theory dan Interaction Theory. Teori  pertama,  menunjukkan  bahwa  seorang  pemimpin  selalu  memiliki karakter tertentu sebagai faktor pembeda terhadap masyarakat biasa. Teori ini disebut  pula  teori  orang  besar  (the  great  man  theory)  yang  memunculkan keistimewaan  sikap  perilaku.  Contoh  Napoleon  Bonaparte  (1769  -  1981), seorang  prajurit  Perancis  yang  mampu  menjadi  seorang  Kaisar  Perancis, Alexander  The  Great  (356  -  323  SM)  terkenal  keberaniannya  di  dalam memenangkan peperangan dan lain-lain. 
Teori  kedua,  Constellation  of  Traits  Theory  yaitu  teori  yang memunculkan ciri-ciri seorang pemimpin yang mempunyai nilai secara psikis dan fisik. 
Teori  ketiga,  Situational  theory  yaitu  teori  kepemimpinan  yang ditentukan oleh situasi waktu dan tempat. Teori ini sebenarnya tidak mampu menggeneralisasikan tipe pemimpin yang muncul pada waktu berbeda. 
Teori keempat, Interaction Theory yaitu teori yang mempelajari dampak interaksi,  sehingga  pemimpin  dalam  aktivitasnya  merupakan  replika  atau cerminan dari pengikutnya dan masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan mereka. 
Teori-teori  tersebut  pada  akhirnya  bermuara  pada  sikap  dan  perilaku pemimpin.  Seorang  pemimpin  dituntut  mampu  mengonstruksi  nilai-nilai ideal ke dalam kenyataan empiris yang dapat ditransformasi kepada pengikut dan  masyarakat  sekitarnya.  Dampak  yang  lebih  luas  diharapkan  agar  para pengikut tersebut mampu meng-encode (memformulasikan ke dalam simbol-simbol)  ulang  sesuai  kapasitas  masyarakat,  sehingga  tumbuh  sikap  positif sebagai  dukungan  terhadap  kedudukan  pemimpin  dalam  melakukan  seluruh kebijaksanaannya. Seorang pemimpin yang berhasil bukan hanya diukur oleh hasil yang dicapai selama masa jabatannya, namun sampai batas mana dapat membentuk  citra  positif  terhadap  pribadi  pemimpin  tersebut,  sehingga  ia dijadikan cerminan bagi pemimpin-pemimpin berikutnya. 
Menurut  Dan  Nimmo  pemimpin  yang  berhasil  yaitu  pemimpin  yang mendapat dukungan dari semua unsur kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Pemimpin  semacam  ini  Dan  Nimmo  menyebutnya  sebagai  symbolic  leader (pemimpin simbolik).  
Dalam praktek, kepemimpinan simbolik harus tampil sebagai penggugah imajinasi dan sebagai simbol  aktivitas  kehidupan. Ia bagaikan seorang actor yang bermain di pentas panggung drama yang mampu menghanyutkan emosi  semua  penonton  ke  dalam  alur  cerita  yang  dipentaskan.  Ia  dapat mentransformasi problem kehidupan ke dalam kenyataan empiris yang dapat diterima para pengikut dan masyarakat umum. Kemampuan mentransformasi adalah  kemampuan  berkomunikasi,  kemampuan  membentuk  sikap  dan perilaku  khalayak,  masyarakat  yang  mendukung  terhadap  aktivitas kepemimpinannya. Minat  para  teoritisi  dan  ilmuwan  sangat  tinggi  intensitasnya  di  dalam menekuni  masalah  kepemimpinan  (terutama  kepemimpinan  negara),  karena kewenangan dan kekuasaan yang melekat pada pemimpin, dapat menentukan nasib  berjuta-juta  bahkan  beratus  juta  umat  manusia.  Karena  itu  kekuasaan adalah  hakikat  kepemimpinan  yang  mampu  menggunakan  kekuasaan tersebut. Kekuasaan sebagai batu penguji bagi pemimpin untuk mempelajari dampak yang ditimbulkan dari dirinya terhadap orang lain (lihat Natemeyer, 1978: 166). 
Kekuasaan  yang  melekat  pada  pemimpin  dapat  diperhatikan  dari berbagai landasan, yaitu: 
a.Expert power, kekuasaan  yang berlandaskan pada suatu persepsi bahwa pemimpin harus memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu. 
b.Referent  power,  kekuasaan  yang  berlandaskan  pada  kesenangan, kekaguman  pengikut,  sehingga  mengidentifikasikan    diri  mereka terhadap pemimpin. 
c.Reward  power,  kekuasaan  yang  berlandaskan  pada  keahlian  dalam menggunakan  metode penghargaan  terhadap pengikut dan masyarakatnya. 
d.Legimate  power,  kekuasaan  yang  berlandaskan  pada  suatu  persepsi pengikutnya bahwa pemimpin memiliki legalitas atau kewenangan untuk melaksanakan pengaruh-pengaruh atas mereka. 
e.Coersive power, kekuasaan yang berlandaskan pada rasa takut dari para pengikutnya  yang  tidak  mengindahkan  keinginan  pimpinan  yang  selalu disertai hukuman (lihat Astrid, 1975). 
Kelima  dasar  kekuasaan    tersebut  dalam  praktek  adakalanya diaktualisasikan  sekaligus  sesuai  kondisi  dan  situasi  serta  sistem  nilai  yang melandasinya.  Kekuasaan  pada  prinsipnya    selalu  melekat  pada  struktur kekuasaan.  Struktur  inilah  yang  menentukan  luas  lingkup  kekuasaan  dan wewenang pimpinan. Astrid  S.  Soesanto    dalam  judul  bukunya  Filsafat  Komunikasi mengangkat  pendapat  Form  dan  Miler  tentang  struktur  kekuasaan  yang membaginya ke dalam lima bagian, yaitu: 
a.Struktur  yang  tersebar  di  masyarakat    dan  wewenang  lembaga-lembaga sosial. 
b.Kekuasaan  pengambilan  keputusan  yang  dipegang  oleh  lembaga-lembaga sosial lokal. 
c.Kekuasaan yang berada pada grup-grup informasi yang mengambil sikap terhadap suatu masalah yang aktual. 
d.Kekuasaan  yang  dipegang  oleh  kelompok  yang  paling  menentukan dalam suatu masyarakat yang luas. 
e.Kekuasaan  yang  berada  pada  kelompok  yang  mempunyai  lingkungan pengaruh yang luas. 
Struktur  kekuasaan  sebagaimana  diungkap  di  atas  menentukan  lingkup kewenangan  dan  kekuasaan  di  dalam  menentukan  kebijaksanaan  yang berkaitan  dengan  kepentingan  umum  (kepentingan  masyarakat  negara). Kekuasaan  yang  tertinggi  berada  pada  negara,  karena  diberi  atribut kekuasaan  mengatur  kepentingan  umum  atau  kepentingan  warga  negara, tidak pernah atribut ini diberikan pada struktur kekuasaan lain. 
Kekuasaan  negara  yang  diaktualisasikan  ke  dalam  wujud  pemerintahan akan  selalu  berorientasi  kepada  tujuan  negara,  sehingga  semua  aspek kehidupan  negara  termasuk  di  dalamnya  pengendalian  sumber-sumber komunikasi terarah pada upaya tercapainya tujuan negara. 
Dari  ungkapan  di  atas  Anda  dapat  melihat  bahwa,  kekuasaan  akan memberi warna dominan terhadap proses komunikasi baik yang berlangsung dalam  struktur  formal  maupun  yang  berkembang  di  dalam  masyarakat. 
Karena  itu  kepemimpinan  elit    berkuasa  sekaligus  dengan  sistem kekuasaannya  sebagai  objek  kajian  komunikasi  politik,  karena  berlangsung tidaknya  proses  komunikasi  sesuai  dengan  hukum-hukum  komunikasi  atau nilai-nilai  normatif  yang  melandasinya,  dan  sedikit  banyaknya  bergantung kepada perilaku elit atau pemimpin yang mengoperasikan kekuasaannya.  
BAB 3
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Komunikasi  politik (political communication)   adalah  suatu proses  dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem  politik  dengan menggunakan seperangkat  simbol-simbol  yang berarti yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah."
Unsur-unsur komunikasi  yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses komunikasi yaitu unsur  komunikator, karena komunikator  dapat mewarnai dan mengubah arah tujuan komunikasi. Sikap prilaku penguasa (elit politik) memberi dampak cukup berarti terhadap lalu lintas transformasi pesan-pesan kominikasi baik yang berada dalam dalam struktur formal, maupun yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai elit berkuasa ia mampu mengendalikan dan menjalankan kontrol politik, sekaligus mengendalikan sumber-sumber komunikasi. Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi, membentuk sikap dan prilaku khalayak, masyarakat yang mendukung terhadap aktivitas pemimpinannya.
3.2Saran
Kebesaran suatu bangsa bergantung pada kemampuan rakyat, masyarakat umum, dan massa untuk menemukan simbol dalam orang pilihan, karena orang pilihanlah yang mampu membimbing massa.
Kita sebagai mahasiswa sekaligus masyarakat umum harus jeli dalam memilih calon pemimpin bangsa. Ajang pemilihan umum merupakan pesta demokrasi bagi rakyat, adalah salah satu jalan untuk menentukan orang pilihan yang mampu memimpin bangsa dan membimbing rakyat. Untuk itu, gunakan hak pilih kita dengan sebaik-baiknya. Karena satu suara sangat menentukan nasib bangsa kita ke depannya.
Daftar Pustaka
1.Romeltea. 2009. Komunikasi Politik_Romeltea Magazine.. http://www.romeltea.com/?p=170. 02/05/2009 12.58
2.Sukosd, Miklos.2008.Political Communication_Intro.ppt. http://www.abdn.ac.uk/pir/notes05/Level4/PI4052/Political%20Communication_Intro.ppt02/05/2009 15.37
3.Sukosd, Miklos. 2008. Political Communication,pdf. http://www.hc.ceu.hu/polsci/syllabi/0809/MA/fall/PoliticalCommunication.pdf. 02/05/2009 15.58
4.Ian, Coldwell. 2001. The Ethics Political Communication, pdf. http://www.psa.ac.uk/journals/pdf/5/2002/coldwell.pdf. 02/05/2009 12.58
5.Rachman, A. 2009. Komunikasi Politik. http://www.pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files modul. 02/05/2009 14.35
6.Political Communication on Television. http://www.epra.org/content/english/press/papers/epra0002.doc.02/05/2009 14.28
7.Massofa. 2008. Teori Pendekatan Komunikasi Politik. http://www. massofa.wordpress.com. 06/05/2009 14.30
8.Coleman, Stephen. 2001. „E-Politics: democracy or marketing?” Voxpolitics.com http://www.voxpolitics.com/news/voxfpub/story266.shtml
9.Soemarno. 2009. Komunikasi Politik.LKP. http://dc123.4shared.com/download/83545952/bdcceafa/Komunikasi_PolitikLKP.rar?tsid=20090502
10.Adzkiya. 2008. Penguasa yang Adil. http://adzkiya.blog.uns.ac.id/2008/12/19/penguasa-yang-adil. 06/05/2009 14.16
11.Maswadi  Rauf  dan  Mappa  Nasrun.  (1993.)  Indonesia  dan  Komunikasi Politik. Jakarta: Gramedia. 
12.Astrid S. Susanto. (1975). Komunikasi Sosial. Jakarta: Bima Cipta.
Senin, 29 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar